Diare menjadi salah satu penyakit yang tidak boleh diremehkan pada bayi dan balita karena dampaknya yang bisa menjadi serius. Maka nggak heran, begitu si kecil sering pup ditambah fesesnya cair, orang tua jadi panik.
Eiiits… tunggu dulu GenBest, ternyata sering buang air besar (BAB) belum tentu tanda diare karena frekuensi BAB setiap bayi bisa berbeda-beda bergantung dari usia dan perkembangannya.
Bagaimana frekuensi BAB yang normal?
Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, frekuensi buang air besar bayi berbeda-beda, bergantung usianya. Bayi baru lahir, misalnya, bisa BAB hingga 10 kali dalam sehari. Saat bayi memasuki usia dua bulan, frekuensi BAB umumnya akan menurun, yaitu menjadi sekitar 5 kali sehari. Frekuensi buang air besar ini akan terus mengalami perubahan seiring pertambahan usia bayi.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), idealnya frekuensi buang air besar bayi yang normal pada usia 6-12 bulan adalah 2-4 kali sehari. Namun, angka tersebut bukan patokan kaku, terlebih jika bayi sudah memasuki masa MPASI karena ada kalanya si kecil akan lebih sering atau jarang buang air besar, tergantung jenis makanan yang dikonsumsinya.
Bagaimana tekstur BAB bayi yang normal?
Feses bayi ASI umumnya berwarna kuning muda, lunak, atau bahkan encer, dan sering kali terdapat potongan-potongan kecil yang terlihat seperti biji. Sementara bayi yang diberi susu formula, fesesnya bisa berwarna kuning sampai kecokelatan menyerupai selai kacang.
Baca Juga: Tanda Anak Alergi Protein Susu Sapi yang Terjadi Selama 1.000 HPK
Bagaimana frekuensi BAB bayi Diare?
Dalam laman Healthline dijelaskan, memang sulit untuk bagi orang tua baru untuk mengetahui apakah bayi (terutama yang baru lahir) mengalami diare atau tidak mengingat bayi baru lahir biasanya memiliki kotoran yang encer, terutama jika mereka hanya disusui ASI. Frekuensinya juga sering, bahkan bisa setiap kali habis disusui.
Namun website kesehatan tersebut menyebutkan jika tinja bayi sangat encer bahkan mungkin sampai membuat popoknya bocor dan lebih sering dari biasanya, maka bayi kemungkinan mengalami diare.
Baca Juga: Diare Terlalu Sering pada Anak Meningkatkan RIsiko Stunting
Selain frekuensi dan tekstur, gejala diare lainnya yang bisa GenBest amati adalah bayi tampak lemas, pucat, mulut dan bibir kering, urine sedikit dan berwarna kuning pekat kecokelatan, hingga terus rewel dan menangis.
Kalau si kecil menunjukkan tanda-tanda diare tersebut, GenBest harus tetap berusaha memenuhi kebutuhan cairan si kecil, agar tidak dehidrasi.
Jika masih di bawah 6 bulan, tetap berikan ASI eksklusif pada si kecil. Sementara jika sudah di atas 6 bulan, atau sudah masuk masa MPASI, berikan ASI diselingi dengan minuman rehidrasi oralit, setelah buang air besar.
Untuk menu MPASI si kecil yang sedang diare, pilih makanan lembut dan mudah dicerna dalam porsi kecil namun sering. Seperti sup ayam hangat.
Jika dirasa kondisi si kecil tidak kunjung membaik, segera bawa ia ke dokter agar mendapatkan penanganan secepatnya, ya, GenBest!
TENTANG KAMI
GenBest merupakan sebuah inisiasi untuk menciptakan generasi Indonesia yang bersih dan sehat, serta bebas dari stunting (klik di sini untuk mengetahui apa itu stunting), dengan mendorong masyarakat dari segala usia menerapkan pola hidup bersih dan sehat sehari-hari. Lewat situs dan media sosial genbest.id, kami menyediakan informasi yang kredibel, menciptakan komunitas yang suportif, dan memberikan pengetahuan kesehatan yang mendalam seputar pola hidup bersih dan sehat, serta stunting, bagi Anda sekeluarga, termasuk si kecil yang masih dalam kandungan dan berusia balita.